FIB - Sehari setelah launching pemberlakuan kebijakan pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Minangkabau sebagai Muatan Lokal Wajib di jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) Kota Pariaman mulai Tahun Ajaran 2020/2021, di waktu dan tempat yang berbeda (Jumat, 17/7/2020).

Ketika ditemui di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, oleh reporter Humas FIB Unand, Dr. Hasanuddin, M.Si., Dekan FIB Unand yang juga diamanahi jabatan pangulu dalam suku Pinyalai di Nagari Kapalo Hilalang, Kabupaten Padang Pariaman, dengan gelar sako Datuk Tan Patih menjelaskan lika-liku proses Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Minangkabau menjadi Muatan Lokal Wajib di Kota Pariaman.

Hasanuddin menjelaskan bahwa Budaya Minangkabau merupakan potensi terpendam khususnya dalam bidang sastra dan sosial budaya yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan untuk disumbangkan bagi kemajuan dan kejayaan bangsa. Pertimbangan itulah katanya yang menjadi dasar pendirian Fakultas Sastra (yang sejak 2011 berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya).

Dekan FIB Unand Paparkan Lika Liku Proses Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Minangkabau menjadi Muatan Lokal Wajib di Kota Pariaman

“Gagasan itu muncul sejak berdirinya Universitas Andalas pada 1956, tetapi baru terwujud dengan berdirinya Fakultas Sastra pada tahun 1982 dan Jurusan Sastra Minangkabau pada 1985. Namun, disebabkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap eksistensi budaya Minangkabau tidak cukup memadai, maka kekhawatiran akan kepunahan budaya Minangkabau pun akhirnya disuarakan baik oleh tokoh masyarakat di ranah apalagi oleh masyarakat Minangkabau yang berada di rantau,” ujarnya.

Pada saat bersamaan dikatakannya, Program Studi Bahasa dan Sastra Minangkabau yang telah didirikan sejak tahun 1985 dan sejak tahun 1989 telah menghasilkan lulusan perdana, seakan-akan berjalan sendiri. “Tidak ada lowongan pekerjaan formal yang khusus disediakan oleh instansi pemerintah untuk menampung lulusan program studi itu. Ketika Kurikulum Budaya Alam Minangkabau (BAM) direkayasa Tahun 1994 dan diberlakukan pada jenjang pendidikan SLTP di Sumatera Barat pun tidak ada kebijakan penerimaan guru dari alumni Sastra Minangkabau. Akibatnya, mata pelajaran itu diajarkan oleh guru yang bukan berlatar keilmuan yang relavan,” tegasnya.

“Pada periode 2002-2005, Saya diamanahi menjadi Ketua Jurusan Sastra Minangkabau, dan hanya dengan kewenangan yang sangat terbatas berupaya untuk melakukan terobosan apa saja yang dapat dilakukan agar ada kebijakan penerimaan alumni jurusan ini sebagai PNS di lembaga formal pemerintah. Alhamdulillah, pada saat itu beberapa lulusan dapat diterima menjadi PNS di Balai Bahasa dan Balai Pelestarian Nilai Budaya. Hal yang istimewa adalah dibukanya rekruitmen guru BAM di Kota Pariaman dan Kabupaten Sijunjung, walaupun dengan persyaratan harus memiliki sertifikat Akta IV. Patut dicatat bahwa hingga saat ini baru di dua daerah itu saja ada kebijakan pengangkatan tenaga guru dari sarjana Bahasa dan Sastra Minangkabau,” lanjutnya.

Kemudian terangnya, pada 2013 secara nasional dilakukan penggantian kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang melahirkan Kurikulum 2013 (K-13). Mata pelajaran Budaya Alam Minangkabau dihapus dan guru-guru BAM dipindahkan ke mata pelajaran yang bukan menjadi keahlian mereka, seperti Seni Budaya dan Prakarya, Bahasa Indonesia bahkan TIK dan PAI. Hal itu menimbulkan kekuatiran baru yang lebih mendalam.

“Alhamdulillah, kekuatiran itu melahirkan kesadaran baru pula secara nasional dan di tingkat provinsi. Kesadaran dimaksud terepresentasi dalam dua produk hukum, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Pendidikan.”

Dekan FIB tersebut lalu menyebutkan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Muatan Lokal Wajib masuk kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Sementara itu katanya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Pendidikan, dalam Pasal 88 (1) mewajibkan Pemerintah Daerah mengembangkan kurikulum muatan lokal berbasiskan potensi, keunikan budaya dan kearifan lokal untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah. Adapun tujuannya katanya adalah untuk membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk: (a) mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya; dan (b) melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

“Muatan lokal dikrerasi, disampaikan, dan disimpan dalam bahasa. Oleh sebab itu, tepat sekali Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Pariaman menggunakan nomenklatur Bahasa dan Sastra Minangkabau sebagai nama mata pelajaran untuk muatan lokal tersebut,” ujarnya.

Dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 37 Tahun 2018, Pasal 1 (angka 6), Tim Penyusun Dokumen Kurikulum Muatan lokal Kota Pariaman sebut Hasanuddin menetapkan Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Minangkabau terdiri atas empat muatan dasar, yakni: (1) pendidikan bahasa dan sastra, (2) pendidikan karakter, berbasis (3) muatan lokal budaya Minangkabau, dan dengan (4) pendekatan tematik integratif.

“Pendekatan tematik-integratif maksudnya adalah bahwa konstruk kurikulum ini berbentuk satu mata pelajaran, yaitu Bahasa dan Sastra Minangkabau, tetapi kontennya terdiri atas tiga domain. Pertama, domain pelajaran bahasa yang meliputi perangkat-perangkat linguistik pelajaran bahasa Minangkabau, yaitu: fonem (termasuk aksara), morfem, sintaks, semantik, wacana, dan peribahasa; Kedua. domain pelajaran Sastra Minangkabau yang meliputi struktur, makna, dan nilai; Ketiga domain muatan lokal budaya Minangkabau yang terdistribusi dalam tujuh unsur dan dua puluh satu sub-unsur kebudayaan Minangkabau. Ketiga domain tersebut dipandu dengan seperangkat tema, yang merupakan representasi nilai-nilai karakter yang menjadi refleksi nilai-nilai kearifan lokal Budaya Minangkabau itu sendiri,” jelas Hasanuddin.

Selanjutnya Hasanuddin menerangkan kurikulum muatan lokal seperti yang disebut di atas, mengacu kepada Pasal 89 (1) Perda Nomor 2 Tahun 2019, yang dikonstruksikan dalam bentuk (a) kurikulum sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri untuk tingkat SMP; dan (b) bahan kajian yang diintegrasikan ke mata pelajaran yang relevan sesuai kurikulum nasional untuk tingkat SD.

Lalu dikatakan oleh Dekan FIB Unand periode 2017-2021 tersebut, bahwa kebijakan penetapan Muatan Lokal Wajib untuk Kota Pariaman itu merupakan buah dari kerja sama antara Fakultas Ilmu Budaya (c.q. Jurusan Sastra Minangkabau) dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Pariaman. Kerja sama tersebut sebutnya tertuang dalam dokumen Perjanjian Kerja Sama (PKS) Nomor: B/07 /UN.16.7/HK.07.00/2020, Tanggal 5 Maret 2020, tentang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Menurutnya, alumnus Jurusan Sastra Minangkabau pertama yang diangkat menjadi dosen di almamaternya pada Tahun 1993 memproyeksikan bahwa ke depan, seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Barat akan mengikuti jejak langkah Kota Pariaman sebab penyelenggaraan pendidikan muatan lokal di jenjang pendidikan formal sudah diamanahkan oleh Undang-Undang dan Peraturan daerah.

Tegasnya kemudian, kebutuhan akan SDM Guru yang professional sesuai bidangnya akan semakin meningkat, dan oleh sebab itu, Fakultas Ilmu Budaya khususnya Jurusan Sastra Minangkabau mesti segera berbenah.

“Untuk itu Jurusan Sastra Minangkabau, Program Studi Bahasa dan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas mesti melakukan rekonstruksi kurikulum dengan mengakomodasi capaian pembelajaran pedagogi. Dengan modal itu, mahasiswa dapat mengikuti program merdeka belajar dengan mengajar di sekolah selama satu semester. Setelah tamat, lulusan Program Studi Bahasa dan Sastra Minangkabau bisa mengikuti program sertifikasi guru dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) sehingga memiliki kompetensi yang memadai untuk menjadi guru Muatan Lokal. Tidak tertutup kemungkinan, FIB Unand akan berupaya memperoleh lisensi PPG untuk menyelenggarakan sendiri program sertifikasi guru untuk alumninya dimaksud,”paparnya.

Terakhir, Hasanuddin menyampaikan Tim Penyusun Dokumen Kurikulum Muatan lokal Kota Pariaman terdiri atas Dosen Sastra Minangkabau, yakni dirinya sendiri (sebagai ketua) bersama Dr. Silvia Rosa, M. Hum., dan Dr. Lindawati, M.Hum. Berkaitan dengan aspek teknis pedagogi/kependidikan, sebutnya, Tim didukung oleh pakar dari Universitas Negeri Padang, yakni Dr. Erianjoni dan Dr. Junaidi Indrawadi.

 

 

Reporter: Mita Handayani, Editor: Ayendi, Admin: Tri Eka Wira